23 November 2011

Karma?

Kemarin tiba-tiba terlintas… kita selalu kalah ama Malaysia apa karena doa orang yang teraniaya ya? Beberapa orang menunjukkan kebenciannya terhadap Malaysia, padahal apa sejatinya salah mereka? Ada account2 Malaysia yang menghina-hina orang Indonesia tapi dari mana kita tahu itu bener dari orang Malaysia? Bisa jadi siapa gitu yang punya niatan mengadu domba. Beberapa ‘harta’ kita di klaim mereka… Emang nyesek tapi pemerintah ke mana aja selama ini? Selama belum ada yang mengklaim, semua negara berhak mengklaim. Liat aja di cabang lain, ketika atlit Malaysia tanding di intimidasi bahkan ketika lagu mereka berkumandang, penonton kita bikin ribut dan tiup terompet. Apa salah atlit2 itu? Apa mereka ‘menakali’ atlit kita? Begitu juga pemain timnas mereka bertanding, apakah mereka “senakal” pemain Vietnam nomor 8? Dari sudut yang lain, mungkin udah saatnya beberapa dari orang Indonesia yang punya kebencian berlebihan terhadap Malaysia introspeksi. Ini olahraga, mas-mbak bro-sis sekalian. Sebenci-bencinya kita tetap harus junjung sportivitas. Dan Allah memberikan peringatan yang pantas buat kita.

Indonesia tampil di final dengan kelelahan, terlihat jelas itu. Gak bisa memeragakan permainan cimik ketika mencukur Kamboja. Sedang Malaysia mungkin sama-sama capek, tapi mereka bisa menjaga tempo dan disiplin. Ketika tahu itu, aku berharap jangan sampai pinalti tapi terjadi juga. Pemain-pemain kita Nampak tegang sekali, beda dengan pemain-pemain Malaysia yang sepertinya udah disiapkan bila terjadi pinalti. Dan tim yang bermental lebih bagus menang. Selamat buat Malaysia, Garuda Muda masa depanmu masi panjang dan aku yakin sangat cerah… teap semangat!

14 November 2011

Tintin yang Nggeregetin

Tintin, sebuah petualangan yang familiar bagi beberapa dari kita. Wartawan remaja yang nyambi berpetualangan ke penjuru dunia untuk memecahkan misteri dan kasus lainnya. Tinggal menunggu waktu ada yang tertarik memfilmkannya dan Spielberg salah satu yang tertarik.

Ketika aku mendengar bahwa nantinya film Tintin berwujud animasi apalah itu bahasa teknisnya, aku berpikir “nanggung amat, sih?” “Kenapa gak live action aja?” Tapi begitu melihat scene pertama, aku langsung lupa pertanyaan tadi. Sungguh nyata mendekati sempurna. Pikiran lalu melayang, seorang Spielberg gitu lho… yang udah bikin banyak macam film-film besar terutama bergenre petualangan (Indiana Jones), singkat cerita semua udah dia dapatkan dan rasakan… boleh dong iseng membuat sesuatu yang beda yang mungkin belum pernah dia buat? Dan Tintin sebagai kelinci percobaannya.

Dari segi jalan cerita, menurutku seru-seru aja… tipikal film-film petualangan Spielberg. Apalagi aksi-aksinya yang… mungkin memang lebih dahsyat menontonnya lewat kacamata 3D. Tonton sendiri aja lah, huehehehe… Animasinya membuatku takjub karena untuk beberapa scene mendekati kenyataan. Joke tidaklah sering tapi cukup menggelitik apalagi 2 nama tokoh yang menurutku lucu, Sakharine (kata Kapt. Haddock nama yang manis) dan Salad. Tapi… sayang sekali ekspresi para aktor kurang memuaskan bahkan cenderung datar-datar aja. Bahkan suara Jammie Bell cenderung datar-datar saja. Jadi geretan sendiri karena sayang banget getooh. Cerita udah oke, animasinya mendekati hidup tapi ekspresi biasa-biasa bahkan masi mendingan nonton Lion King :D. Mungkin bisa jadi catatan Mbah Spiel di 2 seri berikutnya. Hohohoho, denger-denger sih mau jadi trilogy. Keseluruhan cukup memuaskan dan bisa jadi alternatif mengisi wiken dan liburan. Yaa… 7.5 dari 10 deh dariku, huehehehe… gara-gara keganggu kurang ekspresifnya para aktor, huehehehe…

Tunas Garuda

Pertama-tama, selamat atas kemenangan Indonesia atas Thailand! Hidup Indonesia! Dan… Patrich Wanggai, Titus Bonai, Okto jadi idola baru. Mungkin banyak yang menganggap sukses Indonesia di ajang kali ini karena mereka. Memang benar tapi menurutku ada sosok kunci yang benar-benar kunci di kesuksesan kita, Rahmad Darmawan.

Masyarakat Papua sejatinya banyak yang dianugrahi bakat alami sebagai atlit. Kuat, nafas kuda, cepat dan luwes/ lincah. Itulah kenapa secara fisik yang mendekati pemain-pemain luar selain dari Asia tenggara adalah mereka. Kebayang kan, timnas kita ke depan kalau didukung aksi-aksi mereka? Nggak usah jauh-jauh, di Sea Games ini contohnya. Mendadak secara skill individu dan stamina bila dibanding tim negara lain kita terlihat lebih menonjol. Oya, lupa… pemain-pemain kita cepat! Hehehe… Tapi, ada catatan mengenai pemain kita yang berasal dari Papua. Sejak dulu selalu bermasalah dengan pelatih hingga manajemen dan PSSI. Ada yang diberitakan mangkir latihan,menghilang tiba-tiba dari pelatnas dan lain-lain. Itulah kenapa sebelum era Riedl, pemain yang berasal dari Papua sangat minim menghuni timnas padahal potensi mereka besar. Tentu jadi tanda tanya ada apa sebenarnya. Hingga suatu ketika aku membaca komentar Erol Iba, mantan pemain timnas dari Papua yang pernah dilirik club Australia. Kata beliau, pemain Papua hanya ingin dimengerti, dipahami atau bahasa lainnya perlu ada pendekatan khusus. Ketika aku melihat cukup banyaknya pemain dari Papua di timnas dan sekarang menjadi pemain kunci, aku langsung menunjuk Coach RD sebagai orang dibalik kesuksesan timnas kita.

Bila kita menilik karir Coach RD, nggak usah heran beliau sukses memaksimalkan bakat-bakat pemain dari Papua. Beliau adalah salah satu aktor di belakang sukses Persipura (yang tentu saja mayoritas pemainnya dari Papua) merajai Liga Indonesia beberapa tahun lalu. Logikanya, beliau sangat mengenal karakter pemain-pemain Papua termasuk bagaimana “mendekati” mereka. Apalagi berkaca pada prestasi beliau, mungkin beberapa pemain jadi segan dengan beliau. Itulah kenapa di timnas kali ini, Coach RD sukses memaksimalkan pemain-pemain dari Papua. Imbasnya, timnas kita jadi lebih kompeitif seakan telah menemukan puzzle yang jadi titik lemah kita selama ini, pemain-pemain dengan fisik yang lebih kompetitif. Kebayang kan bila posisi yang membutuhkan pemain tukang lari seperti winger dan wingback diisi pemain-pemain dari Papua? Pasti dahsyat! Bolehlah kita optimis Indonesia kembali merajai kawasan Asia Tenggara. Asal… masih dipegang Coach RD. Yup, bila kita ingin memaksimalkan pemain-pemain dari Papua, sejauh ini hanya beliau yang bisa. Baru dugaanku sih, hehehe… tapi bila melihat latar belakang beliau tentu jadi masuk akal bukan? Bila Wim jadi dipecat, aku sih berharap Coach RD diberi kesempatan atau paling tidak beliau diberi peran penting di timnas. Itu kalau ingin timnas kita lebih kompetitif dengan hadirnya para pemain dari Papua. Selain dia adalah orang yang sangat mengenal para pemain dari Papua, bukankah dia yang membentuk kerangka timnas masa depan di ajang ini? Apalagi melihat penampilan timnas kita sejauh ini, aku cukup optimis paling tidak kita akan tampil di final. Terimakasih para pahlawan kita di lapangan, IN DO NE SIA!!! Jreng… jreng… jreng… jreng… jreng!!!

10 November 2011

Ada Pasukan Naik Bis Patas

Berapa Minggu ini aku ada rutinitas baru, ngantor dari Bekasi… wew… capek sih, tapi tak apalah, hehehe… Aku naek Commuter via Gambir jam jam 8 kurang, turun Gambir terus disambung bis Patas ke Ciledug yang lewat situ. Tengah 9 sih udah sampai Gambir, tapi si bis tau aja banyak yang nungguin jadi nongolnya agak molor sekitar jam 9. Ketika bis datang, wow… penuh banget! Entah ada fenomena apa dibalik ini semua, hanya Tuhan yang tahu. Soalnya nih, yaa… sepenuh-penuhnya selama aku nai bis ini, masih bisa dapat duduk. Parahnya berdiri tapi nggak pernah sepenuh ini. Aku aja sempet di bibir pintu bus sebelum pintu sok otomatisnya memaksa aku dan seorang bapak di depanku masuk juga. Tak berapa lama, banyak banget yang turun. Kebanyakan sih pekerja berseragam biru, huehehe… Akhirnya agak legaan dan aku bisa merengsek ke tengah yang lebih lega. Kemudian pasukan itu muncul dan naik bis.

Pasukan itu terdiri dari ibu-ibu muda menggendong balita dengan jarik, bocah belesan tahun dengan tatapan lempeng dan entah dia remaja atau usia 20 tahunan dengan outfit mau nongkrong di mall tapi fisik tidak bisa membohongi, huehehe… Siapa mereka??? Yak! Mereka adalah pasukan joki 3 in 1!!! Huehehehe… Hampir tiap minggu aku naik bis patas ini sampai hapal ciri-ciri mereka yang tadi sudah aku gambarin. Mereka bayarnya juga gak 6 ribu seperti seharusnya, tapi sekitar 2 – 4 ribu. Nah, jangan heran, ketika sudah di bis timbul percakapan akrab di antara mereka atau sekedar menyapa hangat. Yang mencolok sih penampilan ibu-ibu muda tadi. Semua menggunakan template yang sama… ibu-ibu muda mungkin usia awal 20an, menggendong balita kucel dengan jarik dan fisik ya itu tadi… biasa-biasa aja. Tak jarang bau matahari tercium ketika mereka melintas. Tapi kenapa mereka bela-belain naik bis patas ya? Kemungkinan yang terlintas… tempat mereka nongkrong buat diangkut dilewati si bis atau biar nggak keringetan biar laku diangkut. Kebayang dah naik Kopaja atau Metromini. Udah gerah, jadi kucel deh. Pengangkut mana mau, hehehe… Bis lalu masuk daerah Pakubuwono dan pasukan Joki bergiliran turun. Hehehe… just another morning at Jakarta…

Real Steel... Perjalanan Menjadi Pemenang Sejati

Ekspetasiku gak terlalu besar ketika hendak menonton Real Steel. Yaa… sekedar obat kangen setelah berapa minggu gak nonton film. Apalagi lihat di trailer nampak lumayan seru ada robot-robot berantem. Terus… ada Hugh Jackman di situ, jadi paling nggak ni film diproyeksikan bener-bener film menghibur. Walau siap-siap kecewa juga sih, karena apa serunya robot berantem di ring sih? Hehehe… Tapi antusiasku meningkat ketika di awal film muncul nama Spielberg di posisi executive producer. Berarti nih film nggak main-main juga.

Film dibuka dengan sosok looser yang ada pada diri Charlie Kenton. Oke… tipikal film ginian, huehehe… Si Charlie ini driver robot petarung yang ternyata mantan petinju hebat. Tapi sayangnya nggak menular ke kemampuan bertarung robotnya. Teruus… semua berubah ketika anaknya (yang gak pernah dia lihat sejak dia lahir) muncul dan ikut dengannya. Bisa ditebak, muncul situasi-situasi yang menampilkan naik turunnya hubungan mereka dan robot yang tak sengaja mereka temukan, Atom. Di siini berasa banget influence Spielberg. Moment-moment Charlie ‘junior’ dengan si Atom mengingatkanku pada film-film keluarga Spielberg seperti ET atau AI. Adegan-adegan berdua mereka sangat hidup dan terlihat jelas betapa dekatnya mereka secara emosi. Dan… pemilihan angle-angle kamera punya peran yang sangat besar. Setelah Night at the Museum dan Date Night, Shawn Levy sang sutradara naik kelas di film ini. Tapi… bisa ditebak… pasti ada pertarungan puncak dan tentu saja antara si underdog melawan sang dewa, antara david melawan goliath. Untungnya Si Shawn dan Spielberg tak membiarkan pertarungan puncak berlalu begitu saja. Mereka masih sempat-sempatnya menampilkan sisi ‘drama’ di tengah-tengah serunya pertandingan. Di mana orang terdekat Charlie melihat si mantan petinju dengan mata yang berbeda, mata yang mengagumi si pecundang itu.

Si bocah bermain cukup apik dan mungkin ada campur tangan Spielberg yang selalu bisa menemukan actor bocah berbakat. Si Hugh… dia sudah berusaha maksimal, tapi seandainya diperankan oleh actor yang lebih berkelas… bukan tidak mungkin Real Steel bisa men-steal perhatian para juri dan voters. Tapi tanpa itu pun, film ini tetap sangat berkesan bagi yang sudah menontonnya. Luangkan waktu sejenak atau bahkan isi wikenmu dengan menonton Real Steel. Nggak cuma sama pacar, bersama keluarga dan bahkan dengan bapak atau ibu juga asyik… 7.5 dari 10 poin dari saya.