Kalau lihat posturku, pasti nggak ada yang percaya aku bisa basket, Hehehehe… Kenyataannya, aku mengenal basket sejak SD kelas 4 dan mulai intensif ketika masuk SMP. Bahkan pas SMP kelas 1 sampai awal kelas 2 aku hampir tiap hari basket. Pernah ikut latihan di Klub Halim Kediri hampir setahun, menjadi pengumpan sejak SMP hingga kuliah. Ketika masuk kuliah sempat ikut latihannya tim FISIPOL UGM dan lumayan rutin basket di lap. Lembah UGM, UNY dan lainnya. Itu dulu… Ketika kemarin aku basket di lapangan Gereja Jakal km 8 dan duduk di pinggir lapangan, aku tertegun dan muncul pertanyaan… Kenapa aku nggak selincah dan se-fit dulu, ya? Hahaha… Yoi, dengan tinggi 169,7 cm beratku 60 kg, wekekekek… belum jarangnya aku olah raga. Jadinya baru maen bentar udah ngos-ngosan, wekekek… Tapi tak apalah, yang penting gerak. Balik lagi basket kemarin, aku emang cuma masukin 4 kali, blok sekali, ngerasa punya andil besar di pertahanan ketika jadi center dan cedera jempolku yang kambuh lagi… ~,~! Kalau dibilang keseleo, mungkin… bahasa Jawa-nya kalau aku bilang keplecuk… atau… oh ya… ketekuk! Hehhe… Sebab musababnya seingatku kelas 2 SMP ketika main di lapangan sekolah, aku nangkap passing nggak sempurna dan kena jempolku dulu. Keteku deh, hehehe… Pas main ke rumah nenek, beliau lalu mengurutnya dan sembuh… Hmm… tiap cedera jempolku kambuh jadi inget Nenek, karena dia tukang urut pribadiku.
Sudah sering jempolku kumat, sudah sering juga aku minta urut Nenekku. Awalnya urutannya sangat mantap… enak deh. Lama kelamaan kekuatannya semakin berkurang dan saat itu aku sadar beliau sudah semakin tua. Jarak rumahku dan rumah beliau sangat dekat, cuma 4 rumah. Jadi saya sering main ke rumahnya bahkan tidur di sana juga. Ikut makan bahkan ketika SMP tiap malam aku dibikinin kopi buatannya sendiri. Beliau beli biji kopinya, meraciknya, menggorengnya pake penggorengan dari tanah liat lalu menyuruh aku menggilingnya di tukang giling. Hasilnya tentu mantap… tapi dengan semakin bertambahnya umur, beliau tak serajin dulu. Cukup dengan membeli kopi Kapal Api untuk menemani hari-harinya. Aku juga tak terhitung lagi nonton bola di rumahnya karena kalah sama Bapak almarhum yang menggemari Misteri Gunung Merapi dan Angling Dharma. Nenek bahkan menemaniku nonton sampai tertidur. Tak terasa hari-hari berlalu dan aku mulai kuliah dan… tak sesering dulu bertemu beliau.
Suatu ketika aku mendapat kabar beliau wafat. Aku kaget karena sebelumnya tak ada kabar beliau sakit. Ternyata beliau meninggal di tempat tidurnya ditemani Ibu. Konon tanda-tandanya sudah terlihat 2 minggu kebelakang. Jadi sedih kenapa nggak ada yang ngasih tahu aku sebelumnya karena kata Kakak beliau sempat menanyakan aku ada di mana. Tukang urut pribadiku, baristaku, teman nonton bolaku telah tiada. Tapi kenangan bersama beliau akan terus ada…
Ya Allah… salam kangen buat Nenek, Kakek dan Bapak…